Lambang Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional
A. Sejarah Lambang
Lambang Palang Merah
Sebelum Lambang Palang
Merah diadopsi sebagai Lambang yang netral untuk memberikan pertolongan
kepada tentara yang terluka di medan perang, pada waktu itu setiap pelayanan
medis kemiliteran memiliki tanda pengenal sendiri-sendiri dengan warna yang
berbeda-beda. Austria misalnya, menggunakan bendera putih. Perancis menggunakan
bendera merah dan Spanyol menggunakan bendera kuning. Akibatnya, walaupun
tentara tahu apa tanda pengenal dari personel medis mereka, namun biasanya
mereka tidak tahu apa tanda pengenal personel medis lawan mereka. Pelayanan
medis pun tidak dianggap sebagai pihak yang netral. Melainkan dipandang sebagai
bagian dari kesatuan tentara, sehingga tanda pengenal tersebut bukannya memberi perlindungan namun juga
dianggap sebagai target bagi tentara lawan yang tidak mengetahui apa artinya.
Lambat laun muncul pemikiran yang mengarah kepada
pentingnya mengadopsi Lambang yang menawarkan status netral kepada
mereka yang membantu korban luka dan menjamin pula perlindungan mereka yang membantu di medan perang. Kepentingan
tersebut menuntut dipilihnya hanya satu Lambang. Namun yang menjadi
masalah kemudian, adalah memutuskan bentuk Lambang yang akan digunakan oleh
personel medis sukarela di medan perang. Dalam suatu kurun waktu, ikat lengan
berwarna putih dipertimbangkan sebagai salah satu kemungkinan. Namun, warna
putih telah digunakan dalam konflik bersenjata oleh pembawa bendera putih tanda
gencatan senjata, khususnya untuk menyatakan menyerah. Penggunaan warna putih
pun dapat menimbulkan kebingungan sehingga perlu dicari suatu kemungkinan Lambang
lainnya.
Delegasi dari Konferensi tahun 1863 akhirnya memilih Lambang
Palang Merah di atas dasar putih, warna kebalikan dari bendera nasional Swiss
(palang putih diatas dasar merah) sebagai bentuk penghormatan terhadap Negara
Swiss. Selain itu, bentuk Palang Merah pun memberikan keuntungan teknis karena dinilai
memiliki desain yang sederhana sehingga mudah dikenali dan mudah dibuat. Selanjutnya
pada tahun 1863, Konferensi Internasional bertemu di Jenewa dan sepakat
mengadopsi Lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal
perhimpunan bantuan bagi tentara yang terluka – yang nantinya menjadi Perhimpunan
Nasional Palang Merah. Pada tahun 1864, Lambang Palang Merah di atas dasar
putih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan
bersenjata.
Lambang Bulan Sabit Merah
Delegasi dari Konferensi 1863 tidak
memiliki sedikitpun niatan untuk menampilkan sebuah simbol kepentingan
tertentu, dengan mengadopsi Palang Merah di atas dasar putih. Namun pada tahun
1876 saat Balkan dilanda perang, sejumlah pekerja kemanusiaan yang tertangkap
oleh Kerajaan Ottoman (saat ini Turki) dibunuh semata-mata karena mereka
memakai ban lengan dengan gambar Palang Merah. Ketika Kerajaan diminta
penjelasan mengenai hal ini, mereka menekankan mengenai kepekaan tentara kerajaan
terhadap Lambang berbentuk palang dan mengajukan agar Perhimpunan Nasional dan
pelayanan medis militer mereka diperbolehkan untuk menggunakan Lambang yang
berbeda yaitu Bulan Sabit Merah. Gagasan ini perlahan-lahan mulai
diterima dan memperoleh semacam pengesahan dalam bentuk “reservasi” dan pada
Konferensi Internasional tahun 1929 secara resmi diadopsi sebagai Lambang yang
diakui dalam Konvensi, bersamaan dengan Lambang Singa dan Matahari Merah
di atas dasar putih yang saat itu dipilih oleh Persia (saat ini Iran). Tahun
1980, Republik Iran memutuskan untuk tidak lagi menggunakan Lambang tersebut
dan memilih memakai Lambang Bulan Sabit Merah.
Perkembangan Lambang: Kristal Merah
Pada Konferensi Internasional yang ke-29 tahun
2006, sebuah keputusan penting lahir,
yaitu diadopsinya Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan
dan memiliki status yang sama dengan Lambang lainnya yaitu Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah. Konferensi Internasional yang mengesahkan Lambang Kristal
Merah tersebut, mengadopsi Protocol Tambahan III tentang penambahan Lambang
Kristal Merah untuk Gerakan, yang sudah disahkan sebelumnya pada Konferensi
Diplomatik tahun 2005. Usulan membuat
Lambang keempat, yaitu Kristal Merah, diharapkan dapat menjadi jawaban, ketika
Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak bisa digunakan dan ‘masuk’ ke
suatu wilayah konflik. Mau tidak mau, perlu disadari bahwa masih banyak pihak
selain Gerakan yang menganggap bahwa Lambang terkait dengan simbol kepentingan
tertentu.
Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua
pilihan yaitu: dapat digunakan secara penuh oleh suatu Perhimpunan Nasional,
dalam arti mengganti Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang sudah
digunakan sebelumnya, atau menggunakan Lambang Kristal Merah dalam waktu
tertentu saja ketika Lambang lainnya tidak dapat diterima di suatu daerah.
Artinya, baik Perhimpunan Nasional, ICRC dan Federasi pun dapat menggunakan
Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi kemanusiaan tanpa mengganti kebijakan
merubah Lambang sepenuhnya.
B. Ketentuan Lambang
Bentuk dan Penggunaan
Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan
Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ada dalam:
1.
Konvensi Jenewa I Pasal 38 – 45
2.
Konvensi Jenewa II Pasal 41 – 45
3.
Protokol 1 Jenewa tahun 1977
4.
Ketetapan Konferensi Internasional Palang
Merah XX tahun 1965
5.
Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional tahun 1991
Pada penggunaannya, penempatan Lambang Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah tidak boleh sampai menyentuh pinggiran dan dasar
putihnya. Lambang harus utuh dan tidak boleh ditambah lukisan, gambar atau
tulisan. Pada Lambang Bulan Sabit Merah, arah menghadapnya (ke kanan atau ke
kiri) tidak ditentukan, terserah kepada Perhimpunan yang menggunakannya.
Selanjutnya, aturan penggunaan Lambang
bagi Perhimpunan Nasional maupun bagi lembaga yang menjalin kerjasama dengan
Perhimpunan Nasional, misalnya untuk penggalangan dana dan kegiatan sosial
lainnya tercantum dalam “Regulations on the Use of the Emblem of the Red
Cross and of the Red Crescent by National Societies”. Peraturan ini,
yang diadopsi di Budapest bulan November 1991, mulai berlaku sejak 1992.
Fungsi Lambang
Telah ditentukan bahwa Lambang memiliki
fungsi untuk :
> Tanda Pengenal yang berlaku di waktu damai
> Tanda Perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan perang/konflik
Apabila digunakan
sebagai Tanda Pengenal, Lambang
tersebut harus dalam ukuran kecil, berfungsi pula untuk mengingatkan bahwa
institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan. Pemakaian
Lambang sebagai Tanda Pengenal juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah
kendaraan atau bangunan berkaitan dengan Gerakan. Untuk itu, Gerakan secara
organisasi dapat mengatur secara teknis penggunaan Tanda Pengenal misalnya
dalam seragam, bangunan, kendaraan dan sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai
Tanda Pengenal pun harus didasarkan pada undang-undang nasional mengenai Lambang
untuk Perhimpunan Nasionalnya.
Apabila Lambang
digunakan sebagai tanda pelindung, Lambang tersebut harus menimbulkan sebuah
reaksi otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang
harus selalu ditampakkan dalam bentuknya yang asli. Dengan kata lain,
tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan padanya – baik terhadap Palang
Merah, Bulan Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang tersebut
harus dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin, ukurannya harus besar, yaitu
sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang menandakan adanya
perlindungan bagi:
> Personel medis dan keagamaan angkatan
bersenjata
> Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata
> Unit dan transportasi medis
Perhimpunan Nasional apabila digunakan sebagai perbantuan terhadap pelayanan
medis angkatan bersenjata
> Peralatan medis.
Penyalahgunaan Lambang
Setiap negara peserta
Konvensi Jenewa memiliki kewajiban
membuat peraturan atau undang-undang untuk mencegah dan mengurangi
penyalahgunaan Lambang. Negara secara khusus harus mengesahkan suatu peraturan
untuk melindungi Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Dengan
demikian, pemakaian Lambang yang tidak diperbolehkan oleh Konvensi Jenewa dan
Protokol Tambahan merupakan pelanggaran hukum. Bentuk-bentuk penyalahgunaan
Lambang yaitu:
> Peniruan (Imitation):
Penggunaan
tanda-tanda yang dapat disalahmengerti sebagai lambang Palang Merah atau bulan
sabit merah (misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk
tujuan komersial.
> Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation):
Penggunaan
lambang Palang Merah atau bulan sabit merah oleh kelompok atau perseorangan
(perusahaan komersial, organisasi
non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb) atau penggunaan
lambang oleh orang yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai
dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya seseorang yang berhak
menggunakan lambang namun menggunakannya untuk dapat melewati batas negara
dengan lebih mudah pada saat tidak sedang tugas).
> Penggunaan yang Melanggar Ketentuan/Pelanggaran
Berat (Perfidy/Grave
misuse)
Penggunaan
lambang Palang Merah atau bulan sabit merah dalam masa perang untuk melindungi
kombatan bersenjata atau perlengkapan militer (misalnya ambulans atau
helikopter ditandai dengan lambang untuk mengangkut kombatan yang bersenjata;
tempat penimbunan amunisi dilindungi dengan bendera Palang Merah) dianggap
sebagai kejahatan perang.
Referensi
1.
Direktorat Jenderal Hukum Perundang-undangan Departemen
Kehakiman, 1999, Terjemahan Konvensi
Jenewa tahun 1949, Departemen Hukum dan Perundang-undangan, Jakarta.
2.
International Committee of the Red Cross, 1994, Handbook of the International Red Cross and
Red Crescent Movement, ICRC, Geneva.
3.
International Committee of the Red Cross, 2005, Protocol Additional to the Geneva
Conventions of 12 August 1949 and Relating to the Adoption of an Additional
Distinctive Emblem (Protocol III). ICRC, Geneva.
4.
International Committee of the Red Cross,1991, Regulation on the Use of the Emblem of the
Red Cross or the Red Crescent by the National Societies, ICRC, Geneva,
1991.
5.
Palang Merah Indonesia, 2006, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Palang Merah Indonesia tahun
2004 – 2009, Markas Pusat PMI, Jakarta.
6.
Muin, Umar, 1999, Gerakan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.